Kegelisahanku beberapa bulan ini, mengingatkanku pada episode mahesa jenar lari dari pudak pungkuran. Mencari jati diri dengan menepi dan menyepi menjadi seorang pertapa. Lelah dengan diri yang harus selalu mengekang emosi dan nafsu diri sendiri. Baginya lari dengan menjadi pertapa diharapkannya mampu membuatnya terjaga dari kesalahan mengambil keputusan dan menetapkan pilihan banyak masalah, sehingga ketakutannya u terlempar dari jalan yang benar tidak terjadi.
Aku juga jadi ingat, bagaimana agung sedayu sampai harus menyepi jauh…ditepi telaga, hanya untuk meyakinkan dirinya sendiri, bahwa dengan membaca kitab sakti yang seharusnya bukan diwariskan kepadanya oleh empunya kitab sakti, tidak akan membuatnya lupa diri, bahwa dia membaca n memahami kitab sakti, bukan semata-mata untuk kebanggaan diri menjadi orang sakti. Dia hanya bermaksud untuk menerima amanah sang empunya kitab sakti agar ilmu yang ada tetap diwariskan dan dengan niat untuk dimanfaatkan sebagai pelindung lingkungan.
Dan aku memahami, betapa sulitnya posisi mereka, andai itu bukan hanya sekedar cerita dan dongeng belaka. Bagaimana kemudian ternyata mahesa jenar didatangi oleh sang empunya kawasan pudak pungkuran, yang merasa kecewa dengan sikapnya yang getas, tekad seolah baja, tapi ternyata hati sekeras ranting kering yang mudah sekali dipatahkan.
Bagaimana kemudian sang pasisingan tua mengingatkannya, untuk melihat kembali kedasar hatinya…apakah dia berhati brahmana atau ksatria…apakah dia bisa diam hanya mempelajari hakekat kehidupan dan mengajarkannya saja…atau dia masih saja tidak bisa diam melihat ketidakbenaran terhampar di depan mata. Pasisingan minta pdnya untuk memperhatikan diri sendiri, kecenderungan dalam bersikap, ketika berada dalam situasi-situasi nyata di hadapannya.
Lalu agung sedayu, dalam pencarian jati diri dan niat menerima amanah kitab sakti, Menemukan, bahwa dirinya manusia biasa. Tahu betul, bahwa kesalahan penafsiran bisa saja terjadi olehnya suatu ketika, karena dia manusia sempurna yang lengkap dengan nafsu dunia. Suatu ketika mungkin dia mmg akan lupa diri. Tp dengan sareh dia meletakkan diri sbg hamba Allah. Mohon agar selalu dibimbing, karena pada saat itu, dia menyadari diri sbg hamba yg tak py kuasa apapun, apalagi u bersombong diri. dan dia berdoa, Semoga dia selalu bisa menjaga amanahNYA.
Dan aku lama merenungkannya
Mahesa jenar itu kholeris plegmatis, dan agung sedayu itu plegmatis poolll.
Aku tidak pernah membayangkan atau menganggap diriku seperti mahesa jenar. Mahesa jenar, orang yang semula membuang diri sendiri karena ketidaksesuaiannya dengan lingkungan kerajaan yang justru diabdinya. kesalahan yang dilakukan orang lain yang harus dipikulnya dengan membuang diri. yang tegak berdiri bila berurusan dengan ketidakadilan, tapi luluh dan tak berdaya menghadapi masalah dengan dirinya sendiri.
Aku bukan mahesa jenar, sekalipun situasiku saat ini mirip cerita itu. sekalipun sesungguhnya aku hanya ingin tidak ada hambatan dalam melaksanakan pengabdianku, yang dengan sadar aku lakukan, aku pilih sesuai dengan apa yang aku rasa diamanahkan ke aku.
Dan disaat aku merasa visi dan misiku tak dapat diterima oleh lingkungan, dimana perbedaan menjadi hambatan, dimana aku lelah menjelaskan, dimana aku malah merasa aku yang salah karena kelihatannya aku terlalu kaku menginginkan semua lurus sesuai dengan pemahaman yang aku tahu. Aku merasa tak mampu mengendalikan amanahNYA. Aku mulai mempertanyaan kembali pertanyaan lama yang sempat aku hidden di hati yang paling dalam. Aku kembali mempertanyakan kepadaNYA, Allah, aku tidak mengerti peranku disini. aku tidak tahu kemanfaatanku disini. tentu KAU ingin aku berbuat sesuatu disini, dengan caraku. tapi, kelihatannya aku malah menabur kesalahpahaman pd diriku sendiri. Aku merasa salah meletakkan banyak hal. Allah bila Kau ijinkan aku untuk memperbaiki ini semua, ijinkan aku hijrah dari tempat ini. Ijinkan aku hy jadi hamba biasa, yang melayaniMU dalam kegiatan belajar mengajar saja, yang menabur ilmu lewat penelitian dan pengajaran saja. biarkan itu jadi pengabdianku padaMu. Masukkan aku dalam golongan orang-orang yang akan mudah buatku melaksanakan semua ini. Menjadi orang biasa, yang tidak perlu bertanggungjawab terhadap keadaan yang salah, dimana aku merasa tak mampu berbuat apa-apa.
Tujuanku hanya satu, melaksanakan pengabdian kepadaNYA, dengan berada di lingkungan dan situasi yang nyaman untukku. aku ingin ‘pulang’. mengabdi di ‘rumah’ sendiri, aku ingin berhenti berpetualang untuk meluruskan semuanya…itu saja.
Tapi Allah berkehendak lain. Allah malah mengikatku disini.
Aku tidak punya sahabat seperti kebo kanigoro, yang mampu memberikan banyak pertimbangan dengan wawasannya yang luas, tidak ada juga kiai pandan alas, yang mampu dengan jenaka memberikan pemecahan masalah lewat cerita-cerita bersayapnya, tidak ada juga pasisingan tua, yang bergelar panembahan ismoyo, yang mampu dengan bijak melihat semua masalah dari kacamata kemanfaatan kemanusiaan secara luas…
Aku adalah semua itu..dalam kehidupan nyata, aku harus mampu berperan sebagai semua peran itu.
Maka aku memutuskan, bila Allah menghendaki aku masih tetap ada disini, tentu Allah yakin aku masih mampu melaksanakan amanahNYA. Dengan ukuran yang sudah ditakarNYA. aku akan berlaku seperti agung sedayu. aku ambil kesempatan itu, dengan tetap berlindung dibawah naunganNYA. berlindung dibawah naungan kepercayaanNYA.